A. Pendahuluan
Perkawinan merupakan ikatan yang suci dan tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut suami-istri. Hidup bersama suami-istri dalam perkawinan tidak semata-mata untuk tertibnya hubungan seksual melainkan juga untuk membentuk rumah tangga yang bahagia, rukun, aman dan harmonis antara suami-istri,[1] hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan (Undang-Undang Perkawinan).
Undang-undang Perkawinan sebagai salah satu hukum positif di Indonesia telah mengatur beberapa hal mengenai pelaksanaan perkawinan [2]. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan saat ini telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Hukum perkawinan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat signifikan pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hal mana perubahan tersebut membawa dampak besar terhadap tata aturan perkawinan dan sekaligus mengubah aturan hukum keluarga yang telah berlaku di Indonesia sejak 44 tahun yang lalu.[3]Perubahan Undang-Undang tersebut menyebutkan beberapa perubahan Pasal, salah satunya adalah perubahan Pasal 7 berkenaan dengan batasan usia perkawinan, yakni perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
[1] Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga Harta-harta Benda dalam Perkawinan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016), hlm. 43.
[2] Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 290.
[3]Sugiri Permana dan Ahmad Zaenal Fanani, Dispensasi Kawin dalam Hukum Keluarga di Indonesia, (Surabaya: Pustaka Saga,2019), hlm. 1
Selengkapnya KLIK DISINI